7 Simple Tips to Manage Smart Emotions

1. Ganti fokus! Apa yang kita fokuskan, itu yang berkembang. Saat kita fokus pada mengontrol ‘emosi’, tak disadari kita justru meletakan fokus pada ‘emosi’. Ini seperti pola motivasi NLP yang disebut ‘toward’ dan ‘away’. Ada yang fokus ingin ‘bahagia’, ada yang fokus tidak ingin ’susah’. Ada yang fokus ingin ‘tenang’, ada yang tidak ingin ‘meledakan emosi’. Perhatikan bahwa linguistik akan memberikan asosiasi yang mempengaruhi proses berperilaku kita secara tidak sadar. Contoh lain, ’saya emosi’ dengan ’saya tidak bisa tenang’, memancing 2 respon dan asosiasi yang berbeda. Dalam sebuah program dengan sebuah perusahaan swasta, mereka memberikan judul ‘Anger Management’, yang saya usulkan disesuaikan judulnya menjadi ‘Happiness Enhancement’. Ganti fokus, ganti pikiran, ganti perasaan, ganti perilaku, ganti hasil! Jadi daripada fokus pada bagaimana ‘mengontrol emosi’, kita bisa memikirkan bagaimana ‘menikmati ketenangan’, atau bagaimana ‘meningkatkan kebahagiaan’. Fokus ke salah satu kutub, membuat kita mengisi pikiran kita dengan hal-hal yang mendukung fokus kita tersebut dan akan menyebabkan berkurangnya intensitas kutub lain.


2. Berdamai dengan Emosi! Emosi bukan hal yang buruk, bahkan walau yang dimaksudkan adalah marah, kesal, frustrasi, kecewa, dan lain-lain. Di beberapa konteks kita sangat memerlukan emosi. Marah, misalnya, adalah hal yang baik di saat yang bermanfaat. Hanya saja, kadang emosi terfasilitasi di waktu, tempat, dan konteks yang kurang bermanfaat untuk kita. Untuk itu, dibanding berusaha membendungnya, kita bisa berdamai dengan emosi. Untuk ini, bisa dilakukan apa yang di NLP disebut dengan ‘Negotiating Parts’ atau bernegosiasi dengan bagian-bagian diri kita yang kita anggap muncul tidak pada konteks yang bermanfaat. Cari waktu rileks, dan saat tenang dan rileks, bicaralah dengan diri sendiri dan berdialog secara internal dengan berbagai bagian yang memunculkan emosi. Cari tahu ‘NIAT’ di balik kemunculan emosi tersebut, karena NIAT-nya pasti baik untuk kita, walau kadang ia muncul di saat yang kurang tepat. Tidak usah mengutuk kehadiran emosi. Sadari saja ia sebagai bagian diri kita, yang punya NIAT baik. Dan negosiasikan kemunculannya dalam situasi yang lebih bermanfaat untuk kita. Bawah sadar kita selalu mau bekerja sama saat kita menghormatinya dan secara spesifik tahu apa yang kita inginkan.

3. Kreasikan mood dengan sengaja! Mood memang akan muncul dengan sendirinya secara acak, kalau kita tidak dengan sengaja mengelolanya. Kita punya program dan struktur bagaimana memunculkan mood, walau kadang kita tidak sadari. Prinsipnya juga sederhana. Anda supply berbagai hal yang bisa membangkitkan mood tertentu di kepala Anda, makan mood akan timbul. Anda isikan berbagai hal yang melawan mood tersebut, maka mood-nya juga akan mundur. Anda memikirkan berbagai hal lain, selain hal-hal yang mendukung kenikmatan melakukan sesuatu, maka Anda pun merasa seolah tidak ada ‘mood’. Apalagi ada bayangan betapa menjengkelkannya atau menyusahkannya, atau betapa sulitnya melakukan hal itu. ‘Moody’ berarti membiarkan bawah sadar yang memilihkan mood untuk kita. Kadang sesuai konteksnya, kadang tidak. Kita sebut ‘angin-anginan’, karena tergantung angin bertiup kemana. Yang paling menarik adalah yang mood-nya tergantung situasi. Ini menggantungkan sekali respon pikiran dan perilaku pada stimulus dari luar. Ini seperti menyerahkan remote control pikiran kepada orang lain atau situasi. Kuncinya adalah menyadari bagaimana mood kita yang bermanfaat muncul, dan menjalankan strategi yang sama untuk memunculkannya di saat kita butuhkan. Ingin punya mood bermesraan dengan pasangan di malam hari? Pikirkan dari pagi betapa indahnya pertemuan pertama, bayangkan kenangan terindah Anda berdua, isi pikiran dengan semua bayangan bagaimana Anda jatuh cinta dan apa-apa saja yang Anda senangi dari pasangan. Setiap ada waktu, isi pikiran Anda dengan hal itu. Bila perlu, putar lagu kenangan Anda berdua. Dengan ’sengaja’ memancing mood seperti ini, Anda tidak akan kesulitan untuk mempunyai mood di malamnya. Ini contoh sebuah proses ’sengaja’ menciptakan mood. Sekali lagi, kalau kita tidak dengan ’sengaja’ menciptakan mood, maka kita tidak perlu frustrasi mood yang mana yang muncul. Toh kita sendiri tidak mau memilih, bukan?

4. Temukan atau ciptakan Anchor atau berbagai pemicu perasaan senang atau antusias untuk konteks tertentu. Ada yang sadar setiap kali mendengarkan lagu tertentu jadi bersemangat, ada yang dengan membayangkan orang yang dikasihi, ada yang dengan mengucapkan afirmasi atau kata-kata tertentu untuk jadi semangat, ada yang dengan melakukan ritual 1-2 menit untuk menenangkan diri, dll. Di NLP ada sebuah tool bernama ‘Godiva Pattern’, dinamakan dari sebuah merek coklat yang diklaim terenak di dunia. Metoda ini sangat sederhana, yakni membayangkan coklat ini dan mengasosiasikannya dengan pakerjaan yang tidak kita sukai tapi harus lakukan.

5. Belajarlah ‘men-DISTORSI- kan’ dan me-REFRAME’ situasi. Pada umumnya kita pandai sekali dalam hal distorsi, tapi lebih sering tidak bermanfaat. Sebuah kejadian baik datang, kita distorsikan dengan “Ah! Kebetulan!”. Sesuatu yang belum tahu pasti kesulitannya, sudah kita bayangkan, “Pasti akan sulit sekali!”. Kalau kita belajar mengarahkan pikiran kita sesuai manfaat, otomatis emosi kita terkelola dengan baik. Misalnya saat kita belum berhasil melakukan sesuatu, kita bisa distorsikan “Ah! Kebetulan saja, saya lebih hebat dari ini!” atau “Kali berikut pasti lebih baik!”. Kita tidak pernah tahu apakah kali berikut memang lebih baik atau tidak, tapi mendistorsikan ke arah yang positif, membuat kita lebih bersemangat dan antusias dalam melakukan yang berikutnya.

6. Terapkan ‘prinsip’ berpikir yang sehat untuk setiap interaksi dengan orang lain. Salah satu favorit saya adalah bahwa “Tidak setiap orang dapat memfasilitasi NIAT baiknya, dan cukup sering malah tampak tidak baik karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, atau karena belief yang kurang bermanfaat”. Dengan ‘prinsip’ berpikir seperti ini, kalau saya menghadapi sesuatu yang tidak mengenakan dari orang lain, yang saya pertanyakan adalah perilaku orangnya, bukan NIAT-nya. Karena saya percaya bahwa NIAT orang tersebut tidak dapat terfasilitasi dengan baik olehnya, karena keterbatasannya tersebut. Dan kalau saya ladeni dengan cara atau perilaku yang sama, berarti saya menunjukkan keterbatasan yang sama. Saya menemukan bahwa mengkonfrontasi atau meng-intersepsi perilaku seseorang jauh lebih efektif dan produktif dibanding membicarakan NIAT orang tersebut, yang toh tidak pernah kita ketahui secara pasti. Prinsip lain, misalnya “Tidak ada kegagalan, hanya masukan”. Jadi setiap menghadapi apa yang disebut orang sebagai kegagalan, saya hanya berkata dalam hati “Masukan apa yang bisa saya ketahui dari situasi ini?”. Secepat itu pula saya kembalikan ketenangan dan antusiasme melangkah maju. Anda pun bisa menemukan berbagai ‘prinsip’ berpikir yang bermanfaat. Intinya bukan seberapa banyak prinsip yang Anda punyai, tapi seberapa konsisten Anda dalam mengaplikasikannya. Di NLP, prinsip ini dikenal sebagai ‘PRESUPPOSITION’.

7. Isi pikiran dengan sengaja! Anda tidak isi pikiran Anda, maka bawah sadar setiap saat bisa memunculkan apapun secara acak, yang belum tentu Anda inginkan. Kalau Anda sedang dilanda tantangan emosional yang tinggi, maka besar kemungkinan hal ini yang akan sering dimunculkan secara otomatis. Kita hanya bisa fokus pada satu hal, karena itu yakinilah kita memilih yang membuat kita bersemangat dan happy! Pikirkan dengan sengaja hal-hal yang membahagiakan dan menyenangkan. Bahkan saat Anda mempunyai waktu melamun atau menghayal. Oleh: Hendry Risjawan