6 “Leason Learned” dari Kasus Prita Mulyasari vs RS Omni International

Ada 6 (enam) hal menarik sebagai “lesson to learned” (hal yang dapat dipelajari) dalam kasus yang menyeret perhatian banyak orang belakangan ini, yaitu Prita Mulyasari vs RS Omni International . Baik dari aspek hukum, komunikasi maupun tren pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (ICT).

1. Saya percaya Substansi hukum adalah satu hal, penegakan hukum adalah lain hal. Siapapun berhak untuk menempuh jalur hukum apabila dirasa ada haknya yang dilanggar oleh pihak lain, nanti tinggal pembuktiannya saja di pengadilan. Tetapi bagaimana cara dan mekanisme penegakan hukumnya, tentu akan melibatkan banyak hal yang tidak sekedar berpedoman pada hukum tertulis yang kaku.

2. Saya tetap setuju dengan keberadaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), ketika fungsinya lebih diletakkan sebagai pedoman hukum untuk mengayomi dan memberikan rasa aman para pihak yang melakukan komunikasi dan transaksi di Internet. Tetapi ketika UU ITE di-”salahgunakan” untuk semena-mena menjadi alasan penahanan seseorang, maka itu adalah bentuk “abuse of power“.

3. Dalam bentuk maupun media apapun, melakukan pencemaran nama baik, menghina, menghasut, memfitnah dan sejenisnya adalah tetap tidak dibolehkan. Penegakan kebebasan berekspresi (freedom of expression) seharusnya tidak kemudian merugikan hak pihak lain, karena freedom of expression tidak pernah dicanangkan untuk merugikan pihak lain.

4. Think before you posting! Apapun yang kita posting di-Internet, pikirkan baik-baik implikasinya dikemudian hari. Selain itu, apapun yang sudah tertoreh di Internet, akan abadi keberadaannya.

5. Ini adalah eranya “prosumer“, yaitu ketika setiap orang adalah produser sekaligus consumer informasi sekaligus. Yang namanya “media informasi” era prosumer adalah yang mampu memfasilitas proses dialog interaktif antar pembaca dengan pembaca. Blog dan Facebook, berbarengan dengan media mainstream, kini membangun budaya prosumer yang memungkinkan pengimbangan dan saling penguatan pada agenda setting antara “public agenda” vs “media agenda“.

6. Perlu adanya pemahaman akan pentingnya mekanisme/persiapan crisis communication bagi korporat, khususnya dengan semakin meluasnya penggunaan Internet sebagai media komunikasi dan informasi. Sehingga bisa dihindari hal-hal yang malah dapat makin merugikan dalam berbagai aspek. Hal dan poin-poin penting yang dimaksud dengan crisis communication tersebut akan saya sampaikan dalam tulisan terpisah.

-dbu-


semoga bermanfaat

salam IWITA
Awareness-Learning-Impleme
ntation-Socialization

IWITA kutip dari blog donnybu.com/donnybu.blogdetik.com
http://donnybu.blogdetik.com/2009/06/04/6-leason-learned-dari-kasus-prita-mulyasari-vs-rs-omni-international/