Karena Mencuri, Fachrudin Dikerangkeng ”Aku Rindu Anakku”
Mata Fachrudin menerawang jauh ke balik jeruji besi Polsekta Bukit Bestari.
Lama baru kemudian kepalanya menunduk. Wajahnya getir.
“Saya teringat anak istri,” katanya.
Terhitung sejak awal April lalu, pria berusia 24 tahun ini menjadi penghuni sel Polsekta yang beralamat di KM 3 Tanjungpinang itu. Ia menghadapi perkara pencurian.
Pada tengah malam Minggu, 5 April lalu, dia ditangkap warga. Dia bersama seorang temannya berencana melakukan pencurian di sebuah rumah di Jalan Basuki Rahmat.
Tadinya, Fachrudin sudah berusaha kabur dari kejaran warga yang tanpa dia sadari sudah mengepung dirinya. Tapi pada dasarnya dia lagi apes.
Dia akhirnya berhasil ditangkap warga ketika bersembunyi. Sementara, temannya yang mengajaknya mencuri itu berhasil kabur. Bersama temannya itu pula Fachrudin telah pernah satu kali melakukan pencurian. Beberapa hari sebelum dia ditangkap, Fachrudin mencuri dua unit hape di KM 6. Fachrudin mengaku sedih mengingat perbuatan yang pada ujungnya membuat ia meringkuk dalam sel.
Tak ada sama sekali baginya untuk melakukan itu.
Ketika ditangkap, pria bertubuh kurus ini baru 10 hari berada di Tanjungpinang.
Dari Jambi, dia diminta temannya itu untuk datang ke Tanjungpinang. Kabar awal yang dia terima awalnya sungguhlah menyenangkan.
“Ada kerjaan di sini,” kata ajakan dari sang teman itu masih diingatnya jelas.
Oleh karena itulah dia begitu bersemangat dan meyakinkan diri untuk tegar meninggalkan istri dan anaknya yang masih berusia satu tahun lebih. Gambarannya, jika mendapat pekerjaan, kehidupan mereka tentu sedikit akan lebih baik.
Tetapi apa yang diharap dengan kenyataan sangat bertolak belakang. Sesampaiya di Tanjungpinang, Fachrudin bagai musafir terlantar.
Jangankan pekerjaan, buat makan saja dia sulilt.
Kepada temannya, Fachrudin pun lantas menyampaikan keinginannya untuk pulang ke Jambi saja.
Kawannya menyetujui.
Tapi, permasalahannya tidak segampang itu. Fachrudin tak punya uang. Demikian pula sang kawan.
Sampailah pada akhirnya dia terjebak dalam situasi yang dianggapnya bagai buah simalakama. Mencuri dijadikan sang teman sebagai jalan keluar.
“Kalau berhasil mencuri, saya berfikir uangnya bisa dibelikan tiket,” kata Fachrudin.
Dengan rasa bimbang, dia pun akhirnya menyetujui. Pertama berhasil, dan kedua dia akhirnya tertangkap.
“Padahal saat itu saya sebenarnya sudah cukup uang untuk sekadar beli tiket,” katanya.
Tapi apalah daya. Bukan tiket pulang yang didapat, melainkan tiket masuk penjara.
“Saya sangat menyesal. Tapi apalah daya.
Nasi sudah jadi bubur,” ujarnya lagi.
Di balik jeruji besi, Fachrudin mengaku kini lebih banyak berdoa, berharap hukuman yang ia terima nantinya akan rendah. Dia ingin lekas bebas, dan kembali berkumpul bersama keluarganya. (ame)